Antworten auf Habermas (1)


Berbah-Sleman, Selasa Pahing, 10 Maret 2009

antworten-logo
Seberapa individualkah seorang individu? Sejauh mana seorang individu mempunyai “hak” untuk membuat keputusan, misalnya saat mencontreng Gerindra pada Pemilu legislatif 9 April besok?

Saya teringat berkas-berkas Habermasian ketika tengah berkutat menyelesaikan skripsi, 1990-an. Dan mas Franki (Fransisco Budi Hardiman) yang memajukan pertanyaan di atas. Teori kritis (terutama die Frankfurter Schulle) jelas sangat Eropa. Optimisme kemunculan ilmu-ilmu sosial di Eropa berakhir pada kesimpulan macet. Melawan mitos yang menjadi klaim metafisika menjadi “mitos” baru. Ada campur-aduk antara takhayul, mitos, agama, bahkan segala macam abstraksi yang mengabaikan dasar empiris.

Minggu-minggu ini, saya mengarifi nasehat para sahabat, yang selama ini membantu kampanye lapangan. Bahwa pendampingan warga jalan terus, tetapi juga memerhatikan “mitos” bahwa tengah berlangsung penggelontoran uang dalam jumlah besar di Dapil Sleman. Politik uang, istilah yang mewarga. Rentangan waktu panjang selama pendampingan kampanye non-tatap muka, boleh jadi, akan berbanding terbalik. Uang mampu membalik klaim tentang capaian hasil kampanye berbasis komunitas. Ambil uangnya dan pilih calegnya, ya … ya … ya….

Bahwa gotong-royong adalah ikon modal sosial warga adalah kenyataan yang kita pertahankan. Dalam helaan nafas yang sama, kita mungkin menyoal ketika memasang peraga kampanye kok tidak ada dukungan keringat yang lelah. Abaikan kosakata neoloberalisme. Simak saja bagaimana uang beredar yang susah dibuktikan cash-flownya.

Bersambung …

Satu pemikiran pada “Antworten auf Habermas (1)

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.