CyberDemocracy: Internet and the Public Sphere

jh5

Mark Poster, University of California, Irvine
Copyright(c) Mark Poster 1995

I am an advertisement for a version of myself. David Byrne, The Stakes of the Question

Lanjutkan membaca “CyberDemocracy: Internet and the Public Sphere”

Dunia Kehidupan dan Sistem: Tugas Teori Kritis Masyarakat (Juergen Habermas)

jh6

Oleh: Maqbul Halim
NPM : L2G04026

BKU Ilmu Komunikasi Program Master (S2)
Pascasarjana Universitas Padjadjaran
Bandung 2005

http://www.geocities.com/maqbulhalim/Course/teorisosial2.html
Tugas Ujian Akhir Semester (UAS)
Mata Kuliah: Teori Ilmu-ilmu Sosial

Lanjutkan membaca “Dunia Kehidupan dan Sistem: Tugas Teori Kritis Masyarakat (Juergen Habermas)”

Habermas in India

Rajeev Bhargava and Helmut Reifeld, eds. 2005. Civil Society, Public Sphere and Citizenship: Dialogues and Perceptions. New Delhi, Thousand Oakes, London: Sage. 420 pages, ISBN 0 7619 9832 2
Hans Schenk
Juergen Habermas

Does the concept of the public sphere, born of 18th and early 19th century Western Europe, apply to (colonial) India? In addressing the concept of the public sphere, the volume’s co-editor, political scientist Rajeev Bhargava, refers extensively to the German sociologist Jürgen Habermas, whose Structural Change of the Public Sphere appeared in English only in 1991.

Lanjutkan membaca “Habermas in India”

Hermeneutika Kritis Jürgen Habermas

jh7

Donny Gahral Adian
Makalah ini disusun guna disampaikan dalam diskusi yang diadakan IIIT (The International Institute of Islamic Thought Indonesia) tanggal 29 April 2003

http://www.dilibrary.net/images/topics/habermas.pdf

Ribuan tahun yang lalu di Yunani, filsuf Sokrates melontarkan semboyan yang cukup menggugah. “Hidup yang tak terperiksa tak layak dijalani”, katanya. Semboyan itu menyiratkan bahwa ada yang salah dengan hidup manusia apabila dibiarkan berjalan tanpa refleksi. Filsafat pun lahir sebagai disiplin untuk memeriksa terus menerus hidup manusia hingga dijalankan secara berkeutamaan.

Lanjutkan membaca “Hermeneutika Kritis Jürgen Habermas”